Kamis, 03 Februari 2011

askep TBC / koch pnumony

1. PENGERTIAN Koch pulmonal adalah salah satu penyakit paru, yang kebanyakan di masyarakat dikenal dengan tuberkulosis paru (TBC). Tuberkulosis paru disebut juga dengan “Koch Pulmonal”, karena kuman penyebabnya ditemukan oleh Koch, pada tahun 1882 (Basil koch). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang di tularkan lewat batuk dan dahak (Tuberkulosis klinik, 1998, Hal: 06) Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini merupakan batang aerobik tahan asam, yang patogen dan saprofitik.(Patofisiologi,Bag 1,Hal 592) Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberkulosis dengan gejala yang sangat berfariasi (Kapita selekta kedokteran,jilid 1,Hal: 472) Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobakterium Tuberkulosis (Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru ,Hal:73) Tuberkulosis pulmoner adalahpenyakit infeksi kronis akut atau sub akut yang disebabkan oleh Basilus Tuberkulosis, Mycobakterium Tuberkulosis, kebanyakan mengenai struktur alveolar parua; presentasi klinis bervariasi berkisar asimtomatik dengan hanya menunjukkan tes kulit positif meliputi pulmoner luas dan sistemik.(Standart Perawatan Pasien,Vol 2,Hal 275). ETIOLOGI Penyebab Tuberkulosis adalah kuman Mycobakterium Tuberkulosis (Bacil Koch). Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid) yang mengakibatkan kuman lebih tahan terhadap gangguan fisik dan kimia. Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Pada suasana lembab dan kuman dapat bertahan dalam lemari es dapat bertahan bertahun-tahun. Kuman ini menyerangi jaringan yang tinggi kandungan oksigen.Tekanan oksigen bagian apikal paru lebih tinggi dari pada bagian lain, sehingga tempat ini merupakan predileksi penyakit Tuberkulosis. Didalam jaringan , kuman hidup intra seluler yaitu dalam sitoplasma makrofag. Faktor lain yang menyebabkan: malnutrisi, infeksi HIV, campak pada anak, dan AIDS.
PATOFISIOLOGI Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul geja pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari. Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya. MANIFESTASI KLINIS Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu, dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, anorexia, berkeringat malam hari, nyeri dada, anemia dan batuk darah. Pasien dengan TB paru menampakkan gejala klinis antara lain tahap asimptomatis, gejala TB paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi, eksaserbasi yang memburuk, gejala yang berulang dan menjadi kronik. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda antara lain tanda-tanda infiltrat ( redup, ronkhi basa, bronkhial dll ), tanda-tanda penarikan paru dan mediastinum, secret disaluran nafas dan ronkhi, suara nafas amforik karena adanya kafitas yang berhubungan langsung dengan bronkus. PENATALAKSANAAN 1)Aktifitas Bakterisidal. Terhadap basil yang membelah cepat. Ekstra selule (Rifampisin dan Streptomisin ) Intraseluler (Rifampisin dan Isoniazid ) 2)Aktivitas Sterilisasi. Ekstraseluler (Rifampisin dan Isoniazid ) Intraseluler (untuk slowly growing bacilli dipergunakan Rifampisin dan isoniazid ) (Very slowly growing bacilli dipergunakan Pirazinamid ). 3) Aktivitas bakteriositatis. Obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriositas terhadap BTA: Ekstraseluler adalah Etambutol (EMB), para amino salisilik asid ( pas ) dan Sirklosirene. Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh INH dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder. Serta dapat pula di lakukan perawatan : Menjaga kondisi tubuh, memulihkan kondisi tubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh dengan :memperbaiki standar hidup, makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna, atur lingkungan yang sehat dan nyaman, usahakan tiap hari tidur yang cukup dan teratur, membatasi aktivitas yang menguras tenaga, dll. Pemberian pengobatan (OAT) secara efektif, tepat dan teratur,terus menerus tidak boleh di hentikan selama kurun waktu sekitar 6 bulan atau sampai diinstruksikan oleh dokter. Isolasi penderita untuk menjaga daya tahan tubuh dan mencegah penyebaran mikrobakterium tuberkulosis. Lakukan pencegagan untuk orang-orang sekitarnya yang masih sehat dengan vaksinasi. Terapi. Program nasional menyatakan : 1)Standar terapi untuk kasus baru. Pada negara miskin mungkin salah satu rejimen murah tapi sangat efektif di berikan untuk satu tahun. Tapi di beberapa negara sekarang di ketahui bahwa salah satu mungkin lebih mahal 6 atau 8 bulan dengan rifampisin sebenarnya menghemat uang karena kerjanya lebih cepat, sedikit penderita berhenti dari pengobatan yang terlalu awal dan menghilang, dan lebih banyak sembuh menetap. Juga diakui streptimisin menghemat uang jika pemberian injeksi dan penyediaan semprit. Itu adalah kemoterapi jangka pendek yang sekarang direkomendasi oleh WHO dan IUATLD. 2)Kemungkinan standart terapi untuk kasus kronik dan kambuhan berbeda. Beberapa penderita mungkin kambuh karena terapi yang mereka terima terlalu singkat. Tuberkulosis mereka mungkin masih sensitif. Lainya mungkin mendapat kombinasi obat yang tidak tepat dan resisten terhadap tuberkulosis: rejimen yang di rikumendasi dalam program harus di desain untuk sesuai dengan pola resistensi obat lokal yang umum. 3)Beberapa program dapat merekomendasi rejimen yang berbeda untuk penderita dengan sputum negatif (misal kemoterapi singkat 4 bulan menggantikan 6 bulan ) atau anak anak. Tapi ini jelas sedikit membingungkan untuk memberi rejimen yang sama untuk seluruh penderita baru yang didiagnosis tuberkulosis. Pengawasan Terapi : Ini menjadi dasar dari program. Sukses keseluruhan program tergantung pada pengawasan terapi yang baik. Idealnya terapi harus di awasi langsung (berati penderita harus di awasi setiap minum obat ), sedikitnya untuk 2 bulan pertama yang penting. Pada beberapa program penderita di sarankan untuk di rawat di RS selama 2 pertama. Lainya disarankan untuk menginap dekat klinik. Cara lain penderita mengunjungi klinik atau pos kesehatan untuk setiap minum obat, bila cara ini dipakai, pastikan penderita tidak menunggu. Bila penderita sampai menunggu mungkin tidak mau kembali. Pada beberapa daerah pengawasan harus di awasi oleh penduduk setempat yang bertanggung jawab atas suka relawan.Program akan menempatkan metode untuk mengingatkan penderita yang gagal melapor untuk terapi atau gagal mendapatkan obatnya. Bila tidak ada sistem didaerah anda sangat penting untuk membuat perencanaan sendiri. Kegagalan Pengobatan : Sebab kegagalan pengobatan terbanyak adalah karena masalah biaya atau penderita merasa sudah sembuh. Kegagalan penderita dapat mencapai 50 % pada pengobatan jangka panjang. Untuk mencegah kegagalan ini perlu kerja sama yang baik antara dokter, paramedis serta motifasi pengobatan terhadap penderita dan keluarganya. Penanggulangan terhadap kasus yang gagal adalah : 1). Bila penderita berobat teratur : Menilai kembali dosis dan cara pemberian obat apakah sudah adekuat. Lakukan pemeriksaan resistensi kuman terhadap obat. Pertimbangan terapi pembelahan terutama pada penderita dengan kavitas atau “destroyed lung”. 2). Bila penderita tidak teratur berobat : Teruskan pengobatan lama 3 bulan lebih panjang dengan evaluasi bakteriologis setiap bulan. Nilai kembali resistensi kuman terhadap obat. Bila ada resistensi terhadap obat, ganti dengan panduan obat yang masih sensitif. Penderita Kambuh Yang dimaksud dengan penderita kambuh adalah penderita yang telah menjalani pengobatan secara teratur dan adekuat, tetapi saat kontrol ulangan sputum BTA positif. Frekuensi kekambuhan berkisar antara 2-10 %. Biasanya kekambuhan terjadi pada tahun pertama setelah pengobatan selesai, dan sebagai besar kuman masih sensitif terhadap obat panduan semula. Pengobatan pada kasus demikian adalah : Pengobatan diulang dengan panduan obat yang sama. Pemeriksaan bakteriologis mikrokopis langsung 3 kali, biarkan dan tes kepekaan obat. Pemeriksaan Diagnostik • Sputum Culture : Positif untuk mycobacterium tuberkulosa pada stadium aktif. • Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA. • Skin Test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif. Chest X-Ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian paru-paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pada effusi. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF, biopsi kulit) : positif untu mycobacterium tuberkulosa. Needle Biopsi of Lung Tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis. Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi; misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan pada TB paru kronik lanjut. ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddart ,2002,Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,Vol I dan II, Jakarta : EGC. Carpanito ,Lynda juall, 2000, Alih Bahasa Tim Program Studi Ilmu Keperawatan UNPAD-PSIK, Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 6, Jakarta :EGC. Doengoes, Marilyn E, 2002, Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC. Kee, Joyce Lefever. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan. Edisi ke-2, Jakarta : EGC, 1997 Keliat, Budi anna, 1994, Proses Keperawatan, Jakarta : EGC. Kozier, ERB, Olivieri, 1999, Fundamental of Nurshing, Edisi ke-5, Philadelphia : W. B Saunders Company. Long, Barbara C, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan : Balai Penerbit FKUI. Monahan, Frances Donovan, Neighbors, Mariene, 1998, Medical Surgical Nurshing, 2nd Edition, Philadelphia : W. B. Saunders Company. Potter, Patricia A, 1996, Pengkajian Kesehatan, Jakarta : EGC. Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson, 1994, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit ,Jakarta : EGC. Soemanto, Wasty, 1996, Pedoman Teknik Penulisan Skripsi, Jakarta : Bumi Aksara.

0 komentar:

Posting Komentar