Selasa, 01 Februari 2011

air mata pengemis

Air mata pengemis…
Sengatan matahari seolah tak memberi ampun, hiruk-pikuk, hilir mudik kendaraan bermotor silih berganti, ramainya rumah makan pinggir jalan tarakan ini seolah tak pernah sepi, kompor terus menyala, pelanggan ada, pesanan selalu siap siaga, tersaji dengan cepat dan profesional.
Sambil menunggu azan magrib, aku beserta teman-teman kantorku berbincang-bincang di warung ini, makanan sudah tersaji, tapi azan belum, masa kami mau buka puasa begitu saja. Sejak tadi jari-jari kakiku sudah mulai kegerahan, di dalam sepatu yang panas dan pengap tanpa ada kulepas semenjak pagi tadi, tapi kalau kubuka kasihan orang-orang yang ada disini, kalian mengerti kan maksudku.
“ allahu akbar…allah akbar…”. Suara yang dinanti akhirnya terdengar.
“ Alhamdulillah “ kami berseru, setelah membaca doa bersama aku langsung memakan kurma tiga buah, dan minum air putih hangat. aku tidak terbiasa seperti teman-temanku yang makan begitu saja tanpa ada jeda buat perut tuk istirahat. Aku menjadi terbiasa Karena dulu pernah diajarkan kakekku bagaimana caranya rasulullah berbuka, beliau berkata, “ rasul itu kalau buka puasa selalu di dahului dengan tiga biji kurma, atau lima atau tujuh, dengan air putih sebanyak mungkin, nah setelah lama kedepannya baru makan-makanan hidangan puasanya, kalau langsung makan, enak di mulut, kasihan di perut jadinya “.
Tapi aku tidak bisa terlalu berlama-lama tuk menundda, ini warung, bisa ditinggal temanku nanti.
“ PERGI SANA… “. Suara bentakkan kasar terdengar dari arah sebelah sana, aku menengok seseorang pengunjung sedang memaki-maki seorang pengemis tua, cercaan makian dikeluarkannya tidak tahu malu di depan umum. Aku bingung melihat orang itu, pakaian muslim kemungkinan juga baru buka, tapi akhlaknya itu sungguh bukan seorang yang muslim. Aku kasihan melihat pengemis tua itu. Dari jauh aku memanggil salah seorang pelayan di warung itu dan minta di bungkuskan satu buat pengemis itu, bayarnya ya di diriku.
Suasana di warung mulai menegang, pengemis itu sempat terjungkal ketika di dorong bapak itu, keluarganya mencoba tuk menenangkan si bapak yang sedang marah, pengemis itu juga disuruh segera pergi oleh pemilik warung agar pelanggan yang lainnya tak terganggu, sebelum pengemis itu pergi seorang pelayan yang kusuruh tadi memberikan bungkusan hitam, pengemis itu berterima kasih, tapi sang pelayan menunjuk ke arahku, pengemis tua itu tersenyum padaku, dan kubalas dengan senyuman.
Warung kini mulai tenang, tapi bapak tadi masih belum juga reda marahnya, kata-kata kasar terus keluar dari mulutnya. Aku mendengus kesal, malah dia yang mengganggu, padahal tadi teriak-teriak “ pergi kau pengganggu “. Padahal sendirinya malah mengganngu.
Aku tidak habis pikir kenapa. Teman-temanku sudah mulai beranjak, lelah seharian bekerja mereka ingin segera pulang, istirahat sebentar, mandi lalu sholat tarawih.
“ mas zaini ayo..” ajak Mirda, teman sekantorku.
Aku mengangguk,setelah kuhabiskan minumanku aku beranjak dari sana, tinggal aku dan Mirda, yang lain sudah pulang lebih dulu, sebenarnya Mirda sudah selesai sejak tadi tapi dia menungguku sampai selesai dan kami pulang beriringan.
Besoknya kami berbuka ditempat yang sama.
Suasana disini mulai ramai,kami hampir kehabisan tempat, untungnya pemilik warung itu selalu menyisakan tempat buat kami, aku duduk berhadapan dengan Mirda, menatap wajah cantiknya dari balik kerudung memang tak membosankan. Kalian tahu kawan-seandainya kalian yang duduk disini, di depannya. Kalian tidakkan bergeming dari sini sedikitpun.
“ sudah berapa hari kita puasa mas ?”.
“ dua puluh satu “.
“ tinggal sebentar lagi, lebaran ya mas “.
Aku mengangguk, lama kami larut dalam pembicaraan, saling bercanda, tertawa, kadang ada teman kami yang mengejek kami pacaran, kami apalah sebutannya seperti anak remaja saja. Apa salah kami terlalu akrab, kadang_aku bingung sendiri dengan kehidupan ini.
“ mas zaini lihat “. Mirda menunjuk ke arah seorang pengemis yang diusir paksa oeh seorang pemilik warung yang terletak di sebelah warung ini. Tidak kalah sama orang yang kemarin, padahal ini masih belum buka. Tapi setelah kulihat benar-benar, orang itu adalah pengemis yang kemarin, pengemis tua yang berpakaian lusuh baju kotor compang-camping. Aku tidak tega melihatnya, lagi-lagi kakek itu, batinku berkata.
Setelah berbuka aku tidak langsung pulang, aku memesan satu bungkus lalapan, di warung itu saat bayar. Lalu aku dan Mirda berjalan menyusuri jalanan dekat trotoar di seberang warung, kucari-cari akhirnya ketemu kakek itu aku mendekatinya.

“ kakek sudah makan “ tanyaku mendekat duduk disampingnya.
“ belum nak,”.
“ kakek puasa kan “.
“ iya “ jawab sang kakek pilu, suaranya serak seperti kekurangan air pada kerongkongannya.
“ ini kek “ aku menyodorkan bungkusan plastik yang baru sudah kubungkus, kepada kakek itu, sang kakek menerimanya dengan senang hati dan berlinangan air mata, tak henti-hentinya dia berterima kasih dan mendoakan kami berdua.
“ kakek…sendiri ?, mana keluarganya ? “.
“kakek itu terdiam sebentar kemudian berucap “ dulu kakek punya seorang anak yang sekarang pergi entah kemana “. Wajah kakek pilu.
Aku diam memandang kakek itu setelah agak lama berbincang, aku dan Mirda beranjak pergi.


Hari berikutnya…
Aku tidak ikut berbuka bersama teman-teman, aku lebih memilih berbuka berdua dengan Mirda di ben thalib, sebuah restoran bernuansa arab, dengan makanan khas arab, juga musik arab semuanya serba arab, Karena pemiliknya sendiri adalah orang arab. Tapi pelayannya masih orang Indonesia, kalau orang arab, bicaranya harus pakai tajwid deh.
Berbuka bersama Mirda memang lain rasanya, di tempat yang berbeda juga, hah, senang hatiku akhirnya bisa berbuka berdua saja dengannya. Kalian tahu  kawan-susah sekali mengajak Mirda jalan-jalan apalagi buka puasa berdua, kemungkinannya Cuma empatpuluh persen, bayangkan kau, Mirda bukan perempuan yang suka bergaul seenaknya dengan laki-laki. Dia perempuan yang terjaga lahir dan batin, dan tidak pernah pacaran, sebenarnya aku juga tidak pernah pacaran, tapi beda alasannya dengan Mirda, kalau Mirda karena Mirdanya yang tidak mau, sedang aku, kebalikannya tidak ada yang mau denganku.
Karena ini restoran aku memesan makanan yang lain dari biasanya, makanan yang sedikit bergengsi, sozzis ayam dengan roti bakar, dengan minuman yang pastinya jus sirsak. Sedang Mirda hanya memesan jus melon dengan roti bakar.
Azan berkumandang, kami berbuka, sambil menyantap nikmatnya makanan, sesekali aku curi-curi pandang kearah Mirda yang sedang makan. Sesekali dia juga menatapku, karena aku tahu saat aku mau melihatnya dia langsung menunduk. malu. Selesai makan kami ngobrol sejenak, lalu setelah membayar di kasir kami keluar bersama dari restoran itu. Singkat tapi penuh kesan yang indah.
“ mas zaini lihat anak itu mas, nanti…” Mirda terperanjak kaget.
Aku segera melihat kearah yang dia maksudkan, ya ampun seorang anak berjalan di jalan raya, sebuah mobil melaju cepat ke arahnya, aku ingin menolong, tapi dari jarak ini yang ada nanti malah aku juga ikut mati. Ibu orang tua itu tidak sadar anaknya di belakang, dia malah asyik ngobrol dengan seorang laki-laki, suaminya mungkin. Tapi yang dibelakang itu aku yakin anaknya, aku meneriaki ibu itu tetap tak ada respon, mobil hitam terus mendekat, mendekat dengan kecepatan penuh, seolah tak menyadari anak yang ada di pinggir jalan itu, dan wushh…. Mobil itu melesat melewati sang anak.
Mirda langsung menutup matanya dan menaruh wajahnya di badanku. Tak tahan dia melihat kejadian ini, yang begitu cepat terjadi.
Sang ibu baru sadar setelah melihat ke bawah, dia mencari-cari, alangkah kagetnya ia, melihat anaknya itu sekarang bersama seorang gembel tua di badannya.
“ Mirda, anak itu selamat “ ucapku pelan sambil memusut kepalanya.
Mirda melirik sekilas dan setelah dirasa yakin dia berulang kali mengucap syukur, tapi yang terjadi malah di luar dugaan, bukannya berterima kasih malah tempat ini semakin ramai oleh makian sang ibu yang tak tahu apa yang terjadi, aku tidak habis pikir, kata-kata kasar terus terlontar, seolah tak rela anaknya disentuh oleh orang miskin, takut menular, apa yang menular, miskinnya, apa kemiskinann itu aib, atau penyakit, apa gembel itu sakit. Mirda yang tak tahan melihat kejadian itu segera mendekati dan melabrak sang ibu.
Perang mulut pun terjadi, sementara itu aku berinsiatif tuk menemui sang gembel itu, aku tidak tahu apa kata siratan takdir, tapi kalian tahu gembel yang kusebut tadi adalah pengemis yang tempo hari sering kutemui dan sering kutolong. Aku tidak habis pikir, kenapa aku selalu bertemu dengannya. Aku mendekatinya dan memohon maaf atas kelakuan sang ibu yang tak tahu balas budi.
“ tidak apa-apa lah nak, sudah sering kakek mendengar yang seperti itu, sudah seirng juga kakek menerima hinaan, memang orang yang seperti kakek ini hidup hanya untuk dihina “.
Aku diam mendengarkan kakek itu dan tak lama kemudian berlalu pergi, kulihat Mirda juga menyingkir dari ibu itu. Kutanya kenapa dia hanya mengelang dan berkata” keras kepala sekali ibu itu mas, seenaknya saja, mentang-mentang orang kaya dasar ibu-ibu”.
Aku menyeringai melihat Mirda yang sedang dalam emosi, kadang terkekeh, kamu juga sebentar lagi jadi ibu, batinku berkata.


Aku tidak habis pikir kenapa, tapi itulah cerita tuhan, selalu menarik, aku selalu menikmati hidupku, alurnya rumit, unik dan menarik, tapi dalam masalah cinta, aku mulai bingung…bingung dengan Mirda, apa dia juga punya rasa yang sama denganku, atau dia hanya menganggapku teman sekantor. Hah ramadahan ini bukannya menjadi bulan ibadah, malah menjadi bulannya cinta. Setiap bulan ramadhan aku malah menjadi seorang yang seperti dimabuk cinta. Oh tuhan…


Tak terasa sebulan penuh sudah aku berpuasa, semua doaku selama ini di dengar tuhan, doa yang selalu kupanjatkan di malam-malam terakhir ini, entah apa aku berdoa saat malam lailatul qodar yang menurut orang doa itu langsung maqbul, tapi itu semua lebih dari cukup, aku tidak menyangka, saat aku menyatakan cintaku pada Mirda, dan siap melamarnya, dia menerimaku dengan lapang, ternyata dia juga menyimpan perasaan yang sama denganku, sebuah cerita yang indah bukan, aku mengalami cinta tanpa harus melalui jalur proses yang disebut pacaran.
Aku dan Mirda shlolat ied di mesjid sabilal muhtadin, sepulangnya aku berjalan berkeliling bersama Mirda sambil berfoto-foyo di sekeliling mesjid itu.
“ assalamualaikum “ suara terdengar dari belakang, suara itu aku kenal, aku menoleh.
“ kakek “ aku dan Mirda berucap berbarengan, kakek pengemis yang kutemui tempo hari itu kini berdiri di hadapnku,”kakek ini lagi “batinku berucap, tapi bukan seperti gembel dulu, kali ini pakaiannya rapi, bukan pakaian biasa. Dia langsung menjabat tanganku dengan erat, dan seolah bisa membaca keraguanku kakek itu berucap.
“ kakek juga sebenarnya tidak menyangka, kamu ingat dengan anak kakek yang hilang itu” aku mengangguk “ ternyata kemarin saat kakek menolong anak itu, laki-laki yang berjalan bersama ibunya itu adalah anak kakek, dan perempuan itu seorang janda, yang ingin menikah dengannya, tapi segera dia putuskan ikatan itu, karena dia melihat kakek, dan langsung menemui kakek sejauh kakek malangkah, “ kakek itu terdiam, aku dan Mirda menunggu kelanjutan ceritta beliau.
“ lalu setalah yakin ini kakek, ayahnya dia langusng memeluk kakek, tanpa malu,dan meminta maaf karena sudah lama tidak memberi kabar, dia juga mencari kakek, tapi itulah jalur cerita yang digariskan tuhan, walau hati ingin, tapi kalau tuhan berkehendak lain, maka lain pula yang akan terjadi”.
Aku dan Mirda menganngguk, lalu kakek itu melihat kami dan tersenyum.
“ pasangan muda ya“
“ ya kek, doanya “ ucap Mirda. Aku malu sendiri.
Setelah berbincang sejenak, kakek itu permisi, dari kejauhan aku melihat kakek itu naik mobil besar nan mewah di ujung sana, aku merangkul bahu Mirda, masih tidak percaya dengan yang kulihat, seolah ini semua terjadi baru kemarin, kakek itu mengemis, meminta, dihina, tanpa sedikit pun mengeluarkan air mata, tuhan kadang bertindak lain, sebuah hidup akan terasa indah senadainya kita pernah mengalami pahitnya kehidupan, sebuah kata tidak akan membawa perubahan, perubahan tidak akan terjadi dengan simsalabim abra kadabra, perubahan akan terjadi dengan tekad, usaha dan doa. Walau begitu perjuanganku juga menuai hasil yang kuharapkan, orang yang disebelahku ini kan kupinang jadi istri.
Alhamdulillah
selesai.
25-08-2010…

0 komentar:

Posting Komentar