Selasa, 01 Februari 2011

cahaya cinta

Cahaya cinta…

Langit mendung menyingsing terbitnya fajar, gemuruh-gemuruh petir terdengar saling bersahutan, para mahasiswa langsung berlarian menuju motor mereka masing-masing. Rintikan air hujan mulai turun perlahan kemudian deras dan air menguyur bumi dengan cepat, aku memilih tuk menunggu hujan reda baru pulang, kulihat sekitarku masih banyak mahasiswa yang juga menunggu, bahkan ada beberapa mahasiswa yang kembali setalah pergi, tapi ada juga yang langsung pergi di lebatnya hujan ini.
    Sekarang memang musim hujan, walau yang turun hanya air, bukan batu, tetap saja kebanyakan orang lebih memilih berteduh, aku tidak tahu apa alasan mereka, takut basah, mungkin. Kalau aku sendiri bukan itu alaannya, aku hanya takut buku-bukuku pada basah, semua isi buku ini adalah semua catatan berharga yang telah kutulis selama empat tahun ini, kuliah di UNISKA memang tidak bisa dibawa santai, aku ingin lebih cepat lulus, lebih baik.
    Hujan mulai mereda diiringi oleh lantunan suara azan, sekali lagi aku lebih memilih untuk menunda pulangku, aku berjalan menuju musholla kampus tak jauh dari tempat aku berdiri tadi, kulihat beberapa mahasiswa ada yang langsung pulang, hanya sedikit yang tinggal tuk sholat, apalagi ini magrib, aku selalu diperingatakan nenekku dulu, kalau magrib lebih baik istirahat dulu, mampir di musholla terdekat, karena dari dulu begitu jadi kebiasaan, aku cukup sami’na wa atho’na, biar selamat dunia akhirat.


    Sampai di rumah aku hampir mendekati isya, kulihat ada sebuah mobil yang terparkir di depan rumahku, mobil siapa, batinku bergumam sendiri, mungkin tamunya orangtuaku, aku tidak mau ikut campur. Aku masuk lewat pintu masuk samping yang ada di sebelah kiri rumahku. Aku lengsung tersentak begitu dipanggil ibuku.
    “ mid…Hamid… kesini dulu mid, ada tamu nih “ ucap ibuku dari arah dalam.
    Aku menurut, aku masuk lewat pintu depan, sampai dirumah langusng kucium kedua tangan ayah dan ibuku, lalu duduk di samping ayahku, kulihat kepada tamu yang saat ini sedang bertamu di rumahku, sepasang suami istri yang rapi menggunakan kemeja bersama seorang putirnya yang berpakaian muslimah rapi, duduk ditengah, aku segera mengalihkan pandangan ketika putri mereka menatap ke arahku.
    “ Hamid ini kenalkan anak tante, Lexi, ayo nak salaman “ perintah ibunya.
    Lexi ?, seperti nama orang barat saja, aku langusng mengatupkan tanganku di depan dada, selama ini aku tidak mau bersentuhan langusng dengan perempuan, menurut nenekku itu haram, dan haram bisa membawa ke neraka. Keluarga mereka mafhum dengan tindakanku, walau ibuku berkali-kali mencubit pinggangku, sakit.
    Aku menatapnya, dia menatapku sambil tersenyum manis, aku mulai berpikir seharusnya tidak berada disini sekarang. Aku pun berdiri ingin beranjak ke kamar, tapi lagi-lagi dicegah ibuku, sambil berbisik aku bicara pada ibu” kenapa sih ma ?”.
    Ibuku membalas jawabanku dengan tersenyum, aku tambah enek disini, lalu ibuku langsung berucap kepada ibunya Lexi.
    “ gimana langusng saja ya ?”
    Kelurga Lexi mengangguk. Dan ibuku pun berucap “ Hamid kamu kan sudah besar, sudah saatnya kamu untuk membina rumah tangga, kalau terlalu di ulur-ulur lagi nanti jadi bujang lapuk mau ? “.
    Reflesk aku menggeleng. “ tapi ma, Hamid belum dapat calonnya “.
    “ calonnya sudah mama siapkan “.
    Aku diam, sudah kuduga semua ini akan berakibat sepetri ini, aku diam mendengarkan ibuku berbicara, kalau ibuku berbicara, pasti diulur-ulur pembicaraannya itu sampai initnya saja lama sekali. Azan isya mulai berkumandang, sayup-sayup angin malam ikut mendengarkan obrolan di rumahku, kipas angin di atas kepalaku terus berputar, lantai tempatku berpijak terasa licin, kalau aku berdiri akan langsung jatuh. Bumi tak mengijinkaku untuk berdiri, angin akan mendorongku jika aku berdiri. Aku diam dan terpaku mendengarkan sebuah petuah yang akan menjadi sebuah harapanku di masa depan.

    Malam itu aku langsung menyetujui apa yang ibuku katakan, aku dijodohkan dengan Lexi, tidak mengapa, kulihat Lexi tidak jelek, malah cantik sekali, kalah semua perempuan yang ada dikelasku, yang kutahu Lexi anak blasteran, makanya selama dirumahku ayahnya diam, ternyata ayahnya orang arab asli, ibunya orang Indonesia. Aku tentu langsung menerimanya dengan senang hati, kalau ditolak aku takut menyesal dan penikahan itu akan berlangsung besok hari, malam ini aku terus berbicara kepada bintang yang tidak pernah menjawab, bulan sabit melambai kepadaku yang sedang berbaring di depan rumahku di lantai dua. Aku teringat kembali degnan nenekku yang sangat kusayangi, semoga dia tenang dan damai disisinya.

    Sebulan sudah berlalu setelah pernikahan kami, setelah menikah kami langusng menempati rumah baru yang telah disediakan kedua orangtua kami, ternyata menikah itu tidak seperti yang kupikirkan, kehidupanku malah lebih buruk, aku lebih sering dilanda stess, ditambah lagi istriku yang kutahu dulu baik perangainya ternyata tidak, istriku bukan istri seperti itu, dengan seenaknya dia memerintahku di rumah, aku menurut, aku pergi kerja dia diam saja, tidak cium tangan. Sedih hatiku, tapi aku sudah berjanji pada ibuku, ayahku juga nenekku, aku akan selalu menyayangi istirku.
    Sepulang kerja kulihat makanan belum tersaji diatas meja, sedangkan istriku hanyy duduk di depan tv sambil makan cemilan, aku masuk kekamar, melepas baju dan menyiapkan makanan, walau lelah aku tahu, aku sayang seklali sama istriku ini.
    “ ma…makan yuk “ ajakku sopan.
    Dia menatapku “ sudah siap ya, bagus deh “.
    Begitulah kehidupanku, dari dulu yang kutahu wanita itu ingin dimengarti, diperhatikan, dan kulakukan segala cara, aku duduk disampingnya kucoba unutk menyuapinya makanan, dia menolak dan menatapku tajam.

    Setiap hari aku mulai lebih memperhatikan istirku, ketika malam kupijiti dia, walau aku sendiri juga sedang kelelahan, ketika malam aku menemaninya menonton sambil tertawa bersama, kucoba mengajaknya ngobrol, tidak mau, tapi lama-kelamaan dia mau.
    Pernah suatu ketika dia sakit, dengan setia aku menemaninya, merawatnya, menyuapinya makan, pekerjaanku menjadi semakin sibuk, aku sampai tertidur di samping tempat tidur, walau samar, aku merasa kepalaku sedang dielusnya. Akhir-akhir ini aku tahu kenapa dia mau menikah denganku itu karena paksaan dari ayahnya, dan dia takut sekali sama ayahnya itu, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata kalau ayahnya itu marah.
    Setalah dia sakit, kupikir dia akan berubah, atau paling tidak menghargai ku sedikit saja, tapi tidak, hasilnya nihil, kelakuan yang sama kembali kuterima, tapi aku tidak menyerah, setiap hari selalu dia kuberi perhatian, tak pernah lupa seharipun aku dengan istriku ini, sampai aku tidak sadar dengan kondisi kesehatanku sendiri, tiba-tiba aku sendiri jatuh sakit. Harapanku agar dirawatnya juga tidak mungkin, sakit sekali jiwaku, tidak hanya fisik, psikologku juga sakit, apakah ini yang namanya cinta, apakah cinta selalu menimbulkan luka, dimalam ini aku menangis di dekat istirku yang sedang tidur disampingku, aku menangis, menangisi apa yang telah kuputuskan, tapi tak sedikitkpun aku menyesal dengan semua keputusan ku.
    Pagi aku mencoba membangunkan istriku buat sholat subuh, tapi dia tetap tidak mau bangun, aku coba sabar, ternyata dampaknya terjadi ketika makan pagi, dengan sengaja istriku melempar piring yang berisi nasi ke arahku lalu dengan marah dia keluar.
    “ kenapa ma ?” tanyaku sambil mengambil pecahan piring.
    “ gara-gara kau tidurku pagi tadi jadi tidak nyenyak”. Dan dia langsung keluar dan menutup pintu dengan begitu kencang. Ku pegang pelisipku mengeluarkan darah, tapi tidak terasa sakit, yang sakit malah hatiku, air mataku hendak keluar tapi kutahan, pagi ini aku makan sendiri.

    Malam datang, tapi istriku masih belum datang, aku jadi khawatir, di Surabaya ini kami tidak mempunyai sanak atau kerabat, ibuku di Banjarmasin, ibunya arab sana, kemana dia malam begini masih belum pulang. karena khawatir terjadi sesuatu aku mulai mencarinya, dengan sepeda motorku aku langsung melesat pergi menyusuri jalanan, kucari setiap sudut di kota ini, tidak ada, kemana-mana sudah kucari tetap tidak ada, kutanya sana-sini juga tidak ada, malam semakin larut, suhu semakin dingin. Aku pasrah dan menyerahkan semuanya kepada allah, ketika aku memutar motorku, dari kejauhan terdengar suara seseorang perempuan minta tolong, aku takut kalau itu istriku, ternyata benar, itu istriku, dia sedang di rampok oleh beberapa orang besar, dengan senjata di tangan mereka.
    “ HEI JANGAN GANGGU ISTRIKU “.teriakku dari kejauhan
    Dengan cepat aku menyambar orang-orang itu dan berdiri di depan istriku ynag sedang ketakutan, aku siap melindunginya, orang-orang itu memaksa, dengan segenap kemampuanku aku melawan, tapi hasilnya aku kalah, aku dihajar, aku dikeroyok, sampai hampir hilang kesadaranku, dan yang terakhir kurasakan adalah darah segar mengalir dari perutku, sebuah pisau menancap dengan cepat dan tidak bisa kuhindari lagi aku terkena, darahku semakin banyak keluar, kesadaranku hampir hilang, tapi aku bersyukur, karena saat itu aku mendengar suara orang-orang sedang berlarian ke arah sini, samar-samar aku mendengar para perampok itu berlarian menjauh, dan samar-samar aku melihat wajah istriku mendekati wajahku, kulihat airmata terus mengalir dipipinya, ingin kuseka, tapi kesadaranku perlahan hilang dan semua kurasakan gelap.

Setahun kemudian…
    Suatu ketika di saat aku sedang libur, aku mengajak istriku buat makan di sebuah reseotaran di daerah sini, aku mencoba tuk merayu, memuji, dia tersenyum, belum pernah kulihat dia tersenyum sebelumya, di restoran situ aku duduk disampingnya, kupegang jari-jemarinya yang indah, dia menatapku tapi tatapannya kali ini lebih lembut, kusuapi dia makan perlahan, kami tersenyum beriringan, dia juga melakukan hal yang sama.
    Ternyata tidak sia-sia usahaku selama setahun ini, aku berikan seluruh perhatian, kulakukan apa yang dia pinta, dan kuberikan apa yang dia inginkan, mungkin aku selama ini tidak tahu dan tidak mengerti dengan perempuan, karena aku tidak pernah pacaran, tidak pernah berhubungan dekat dengan perempuan, tapi tidak apa, walau terlambat tapi akhirnya aku mengerti, mengerti apa yang selalu diinginkan perempuan, aku mengerti kenapa perempuan kadang marah, dan kenapa peremapuan suka menangis. Akhirnya aku mengerti, megerti tentang cinta, cinta sejati, dan cahaya cinta itu akan datang sendiri ketika kita sudah menemukan apa makna cinta, dan tujuan dari cinta.

Alhamdulillah selesai…
13-09-2010……

0 komentar:

Posting Komentar