Selasa, 01 Februari 2011

anastomosis

BAB II
TINJAUAN TEORI


A.    Konsep Dasar Penyakit
1.    Pengertian
 Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera ( Brunner & Suddart. 2002 : 1103 )
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal yang dapat berupa primer atau sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas peritoneal oleh bakteri atau kimia (Doengoes,Moorhouse, Geissler. 2000 : 513)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peritonitis adalah radang selaput perut atau inflamasi peritoneum baik bersifat primer atau sekunder, akut atau kronis yang disebabkan oleh kontaminasi isi usus, bakteri atau kimia.
Anastomosis adalah hubungan antara pembuluh-pembuluh yang berbeda pangkalnya (Ramali, Ahmad, disempurnakan oleh Hendra T. Laksman, 1997:14).
Anastomosis adalah terjadinya hubungan antara dua rongga atau alat yang biasanya terpisah, dengan pembedahan atau karena keadaan sakit (Ramali, Ahmad, disempurnakan oleh Hendra T. Laksman, 1997:14).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa anastomosis and to end adalah penyambungan dua rongga dalam hal ini usus yang awalnya terpisah kemudian disambung kembali melalui proses pembedahan.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                

2.    Anatomi
Susunan saluran pencernaan :
A.    Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terbagi menjadi dua bagian yaitu :
1.    Bagian luar atau vestibula, yaitu ruang antara gusi, bibir dan pipi
a)    Bibir
Terdiri atas dua lipatan daging yang membentuk gerbang mulut. Disebelah luar ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa).
b)    Pipi
Dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papilla.
2.    Bagian dalam atau rongga mulut yang dibatasi oleh tulang maksilaris, palatum, mandibulla dan faring
a)    Gigi
(1) Gigi sulung
(2) Gigi tetap
b)    Lidah
 Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir :
(1)    Radiks lingua
(2)    Dorsum lingua
(3)    Apeks lingua
B.    Faring
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esophagus, didalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kumpulan kelenjar limpa yang banyak mengandung limposit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.
C.    Esophagus
Merupakan struktur berbentuk tubular yang menghubungkan faring dengan lambung. Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tuang punggung.
D.    Rongga Abdomen
Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi 2 bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan lebih besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil.
Batas-batas abdomen :
-    Atas : diafragma 
-    Bawah : pintu masuk panggul dari panggul besar
-    Depan dan kedua sisi : otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah
-    Belakang : tulang punggung dan otot polos dan quadratus lumborum
Isi abdomen :
Sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus dan usus besar.
1.    Lambung
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang. Lambung terletak di oblik kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma. Kapasitas normal lambung 1 – 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pylorus
2.    Usus halus
Usus halus merupakan tabung kompleks berlipat-lipat yang membentang dari pylorus sampai katup ilosekal, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan
a)    Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, mulai dari pylorus sampai yeyenum. Duodenum terletak pada daerah epigastrium dan umbilikalis. Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus kaledokus) dan saluran pancreas (duktus pankreatitis).
Empedu dibuat dari hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus kaledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase.
Pankreas juga menghasilkan amylase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.
b)    Yeyenum dan Ileum
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang  6 meter. Sambungan yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Lekukan-lekukan yeyenum menduduki bagian kiri atas rongga abdomen, sedangkan ileum cenderung menduduki bagian bawah kanan rongga abdomen dan rongga pelvis. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang orifisium ileosekal.
3.    Usus Besar
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 1,5 meter yang terbentang dari sekum sampai canalis ani.
a)    Sekum
Pada sekum terdapat katup ileosekal dan appendiks yang melekat pada ujung sekum. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Appendiks sebagai organ pertahanan terhadap infeksi, kadang appendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya kedalam rongga abdomen.

b)    Kolon
(1)    Kolon ascendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur keatas dari ileum kebawah hati.
(2)    Kolon Transversum
Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon ascendens sampai ke kolon descendens berada dibawah abdomen
(3)    Kolon Descendens
Panjangnya 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah
(4)    Kolon Sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon descendens terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
c)    Rektum
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
E.    Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dari udara luar. Dinding anus diperkuat oleh 3 sfingter :
a)    Sfingter ani internus berada diatas, bekerja tidak menurut kehendak
b)    Sfingter levator ani, bekerja tidak menurut kehendak
c)    Sfingter ani eksternus berada dibawah, bekerja menurut kehendak

3.    Fisiologi
Usus halus mempunyai fungsi utama dalam pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan didalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang sederhana. Adanya bikarbonat dalam secret pancreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pancreas. Kerja empedu terjadi sebagai akibat dari sifat detergen asam-asam empedu yang dapat melarutkan zat-zat lemak. Pergerakan peristaltic usus halus bergerak dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai continue isi lambung. Selanjutnya sisa absorpsi dari usus halus dilanjutkan ke usus besar dan berakhir di anus.
Fungsi peritoneum :
1)    Menutupi sebagian dari rongga abdomen dan pelvis
2)    Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak saling bergesekan
3)    Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen
4)    Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi

4.    Etiologi
1.    Peritonitis Primer
a.    Sindrom nefrotik
b.    Sirosis hepatic
2.    Peritonitis Sekunder
a.    Ruftur atau perforasi pada saluran cerna
b.    Terdapatnya sumber infeksi intra peritoneal
3.    Peritonitis karena pemasangan benda saing kedalam rongga peritonium
Pemasangan kateter pentrikoperitonial, kateter peritoneo-jugular dan continuous ambulatori peritoneal dialisis

5.    Tanda dan Gejala
-    Rasa sakit pada daerah abdomen
-    Dehidrasi
-    Lemas
-    Nyeri tekan pada daerah abdomen
-    Defence musculair
-    Bising usus berkurang atau menghilang
-    Nafas dangkal
-    Tekanan darah menurun
-    Nadi kecil dan cepat
-    Renjatan
-    Berkeringat dingin
-    Pekak hati menghilang

6.    Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen kedalam rongga abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma, atau perforasi tumor. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri sehingga terjadi proliferasi bakterial, terjadi edema jaringan, dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus.
Perporasi dapat terjadi pada Typus Abdominalis akibat tukak (ulkus) yang menebal pada cecum dan colon yang menembus lapisan otot atau daerah yang berongga sehingga dapat menyebabkan memar yang menyebabkan  permeabilitas meningkat sehingga mengakibatkan perdarahan yang berdampak kebocoran pada peritoneum sehingga terjadilah peritonitis.
Menurut penyebabnya, peritonitis dibagi :
-    Peritonitis Primer
Terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga peritoneum serta bisanya terjadi pada anak-anak dengan riwayat sindrom nefrotik dan sirosis hepatic. Kuman masuk kerongga peritoneum melalui aliran darah atau pada pasien perempuan melalui alat genital.
-    Peritonitis Sekunder
Terjadi bila bakteri masuk ke rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup banyak dan bisanya dari lumen saluran cerna. Dalam keadaan normal peritoneum dapat mengatasi masuknya bakteri melalui saluran getah bening diafragma. Akan tetapi, bila banyak bakteri yang masuk atau secara terus-menerus dapat menyebabkkan peritonitis, apalagi bila ada rangsangan kimiawi karena masuknya asam lambung, makanan, tinja, hemoglobin dan jaringan nekrotik atau immunitas pasien menurun, biasanya terdapat campuran jenis bakteri yang menyebabkan peritonitis, sering bakteri-bakteri aerob atau anaerob.
-    Peritonitis karena pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneum
    Kateter pentrikuloperitoneal
Yang digunakan untuk mengurangi cairan serebrospinalis pada klien dengan hidrochepalus, sehingga apabila cairan serebrospinalis mengandung bakteri maka dapat menyebabkan peritonitis.
    Kateter peritoneo-jugular
Dipasang untuk mengurangi asites. Daerah yang terpasang kateter ini sering mengalami infeksi yang disebabkan oleh stapillococcus aureus
    Continuous ambulatory peritonial dialysis
Infeksi disebabkan karena kontaminasi cairan dialysis atau kateter, infeksi ini biasanya disebabkan oleh stapillococcus aureus dan kadang-kadang juga disebabkan oleh bakteri gram negatif, bakteri anaerob atau jamur.

7.    Manajemen Medik
1.    Peritonitis primer
    Antibiotic
    Pembedahan
2.    Peritonitis sekunder
    Transfusi darah (plasma atau whole blood dan albumin)
    Cairan parenteral (RL, Dextrose 5% atau NaCl 0,9%)
    Kortikosteroid, misalnya : metil prednisone 30 mg/ kg bb/ hari (apabila terdapat renjatan)
    Pemberian oksigen jika hypoxia
    Pemasangan pipa nasogastrik tube untuk dekompresi
    Pemberian analgetik dan sedatif
    Pembedahan
    Antibiotic intra perineal (missal 100 cc – 200 cc Canamisin 0,5 %)
    Antibiotic parenteral dan atau oral
3.    Peritonitis karena pemasangan benda asing kedalam rongga peritoneum
    Pemberian antibiotic spectrum luas
    Pencabutan atau reposisi kateter
8.    Evaluasi Diagnostik
Leukositosis, hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila terjadi kehilangan darah. elektrolit serum dapat menunjukkan perubahan kadar Kalium, Natrium dan Clorida.
Sinar X dada dapat menunjukkan udara dan kadar cairan serta lengkung usus yang terdistensi, pemindaian CT abdomen dapat menunjukkan pembentukkan abses. Aspirasi peritoneal dan pemeriksaan kultur serta sensitifitas cairan teraspirasi dapat menunjukkan infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab.

B.    Konsep Asuhan Keperawatan
Menurut Wolf dan Weitzel bahwa proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan berurutan, terus-menerus, saling berkaitan dan dinamis (Nursalam, 2001:2)
Proses keperawatan harus saling berkeseninambungan dan berkaitan satu sama lainnya dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1.    Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001:17)
A.    Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan perawatannya juga hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya (Nursalam, 2001:17)
1.    Identitas
a.    Identitas Klien
Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelmain, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/ bangsa, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, no. medrec, diagnosa medis, alamat klien.
b.    Identitas Penanggungjawab
Meliputi pengkajian nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2.    Riwayat Kesehatan
a.    Keluhan Utama
Merupakan keluhan klien saat dilakukan pengkajian
b.    Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengungkapkan keluhan yang paling sering dirasakan oleh klien saat pengkajian dengan menggunakan metode PQRST. metode ini meliputi hal-hal :
P :   Provokatif / paliatif, yaitu apa yang membuat terjadinya timbulnya keluhan, hal-hal apa yang memperingan dan memperberat keadaan atau keluhan klien tersebut yang dikemabangkan dari keluhan utama.
Q : Quality/ Quantity, seberapa berat keluhan terasa, bagaimana rasanya, berapa sering terjadinya
R     : Regional/ Radiasi, lokasi keluhan tersebut dirasakan atau ditemukan, apakah juga penyebaran ke area lain, daerah atau area penyebarannya.
S :  Severity of Scale,  intensitas keluhan dinyatakan dengan keluhan ringan, sedang, dan berat.
T : Timing, kapan keluhan mulai ditemukan atau dirasakan, berapa sering dirasakan atau terjadi, apakah secara bertahap, apakah keluhan berulang-ulang, bila berulang dalam selang waktu berawal lama hal itu untuk menetukan waktu dan durasi.
c.    Riwayat Kesehatan Dahulu
Menggambarkan penyakit yang pernah diderita maupun yang sedang diderita dan riwayat pengobatannya.
d.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Bertujuan untuk mengetahui adanya riwayat penyakit yang dapat diturunkan dan bagaiman perawatannya. Selain itu dikaji adanya anggota keluarga yang mengidap penyakit jantung, stroke, dan infeksi serta penyakit menular.

3.    Pemerikasaan Fisik
a.    Sistem Pernapasan
Kaji adanya pernapasan cepat dan dangkal
b.    Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya takhikardia, hipotensi, leukositosis
c.    Sistem Pencernaan
Kaji adanya abdomen yang buncit, mengkilap, kemerahan sekitar umbilikus serta edema yang biasanya terlihat didaerah punggung dan genetalia. Bising usus melemah atau menghilang. Nyeri dan kekakuan pada abdomen, anorexia, tidak bisa BAB dan flatus, emesis fecal. Pada foto polos abdomen didapatkan gambaran udara kabur dan tidak merata serta penebalan dinding usus.
d.    Sistem Endokrin
Pada sistem ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai peritonitis, kaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid.
e.    Sistem Genitourinaria
Biasanya pasien dengan peritonitis post LE akan mengalami oliguri
f.    Sistem Muskuloskeletal
Pada sistem ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai peritonitis. Kaji ROM, kekuatan otot, dan refleks
g.    Sistem Integumen
Pada sistem ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai peritonitis.  Kaji adanya penurunan turgor kulit dan peningkatan suhu tubuh
h.    Sistem Persarafan
Kaji fungsi serebral dan kranial klien
4.    Pola Aktivitas Sehari-hari
Mengungkapkan pola aktivitas klien sebelum sakit dan sesudah sakit. Yang meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygene, istirahat tidur, aktivitas dan gaya hidup.
5.    Data Psikologis
Perlu dikaji tentang tanggapan klien terhadap penyakitnya apakah ada perasaan khawatir, cemas, takut, konsep diri menurun atau body image menurun serta ketidakmampuan koping
6.    Data Sosial
Perlu dikaji tentang keyakinan  klien tentang kesembuhannya dihubungkan dengan agama yang dianut klien dan bagaimana persepsi klien terhadap penyakitnya, bagaiman aktifitas klien selama menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa yang menjadi pendorong atau pemberi motivasi untuk kesembuhan.
7.    Data Spiritual
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya. Biasanya klien akan ikut serta dalam aktifitas sosial atau menarik diri dari interaksi sosial terutama jika sudah terjadi komplikasi fisik seperti anemia, ulkus, gangren dan gangguan penglihatan.

B.    Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien (Nursalam,2001:24)

C.    Daftar Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan mengenai masalah klien baik aktual maupun potensial yang didapat dari status kesehatan klien (Erb, Olivieri, Kozier,1991:169)
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan peritonitis adalah :
1.    Risiko infeksi b.d. Tidak adekuatnya pertahanan primer, tidak adekuat pertahanan sekunder, prosedur invasif
2.    Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d. Perpindahan cairan dari ekstravaskuler, intravaskuler, area interstisial dan usus ke area peritoneal, anorexia, demam dan pembatasan masukan cairan
3.    Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d. Akumulasi cairan dalam rongga abdomen, trauma jaringan, iritasi kimia peritoneum perifer
4.    Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. Disfungsi usus, abnormalitas metabolic, peningkatan kebutuhan metabolic, mual muntah
5.    Gangguan rasa aman : cemas b.d. Krisis situasi, perubahan status kesehatan, faktor fisiologis, status hipermetabolik
6.    Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b.d. Kurangnya informasi

2.    Perencanaan
Perencanaan (intervensi) merupakan suatu rangkaian tahapan dimana perawat dank lien menetapkan prioritas, menetapkan tujuan yang ingin dicapai dan merencanakan serangkaian rencana keperawatan guna menyelesaikan atau mengurangi masalah-masalah kesehatan klie serta mempersiapkan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya. (Erb, Olivieri, Kozier, 1991:169)
Adapun perencanaan yang dibuat untuk klien dengan peritonitis adalah :
DP I : Risiko infeksi b.d. tidak adekuatnya pertahanan primer, tidak adekuat pertahanan sekunder, prosedur invasif
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria Evaluasi : proses penyembuhan luka tepat pada waktunya, bebas drainage purulen atau eritema ; tidak demam
Intervensi    Rasional
1.    Catat faktor risiko individu, contoh : trauma abdomen, appendicitis akut, dialisa peritonial
2.    Kaji tanda-tanda vital, catat tidak membaiknya atau berlanjutnya hipotensi, penurunan tekanan nadi, takhikardia, demam, takipnea

3.    Catat perubahan status mental : bingung, pingsan

4.    Catat warna kulit, suhu, kelembaban




5.    Awasi haluaran urin


6.    Pertahankan teknik aseptic ketat pada perawatan drain abdomen, luka insisi dan sisi invasif. Bersihkan dengan bethadin atau larutan lain yang tepat
7.    Observasi drainage pada luka/ drain

8.    Pertahankan teknik steril bila pasien dipasang kateter, dan berikan perawatan kateter/ kebersihan perineal rutin
9.    Batasi pengunjung dan staf sesuai kebutuhan. Berikan perlindungan isolasi bila diindikasikan

10.    Kolaborasi pemberian antimicrobial contoh : gentamicin (garamycin); amikasin (amikin); klindamicin (cleocin); lapase peritoneal/ IV    1.    Mempengaruhi pilihan intervensi


2.    Tanda adanya syok septic, endotoksin sirkulasi menyebabkan vasodilatasi, kehilangan cairan dari sirkulasi dan rendahnya status curah jantung
3.    Hipoxsemia, hipotensi dan asidosis dapat menyebabkan penyimpangan status mental
4.    Hangat, kemerahan, kulit kering adalah tanda dini septicemia. Selanjutnya manifestasi termasuk dingin, kulit pucat lembab dan sianosis sebagai tanda syok
5.    Oliguria terjadi akibat penurunan perfusi ginjal, toksin dalam sirkulasi mempengaruhi antibiotic
6.    Mencegah meluas dan membatasi penyebaran organisme infektif/ kontaminasi silang

7.    Memberikan informasi tentang satatus infeksi
8.    Mencegah penyebaran, membatasi pertumbuhan bakteri pada traktus urinarius

9.    Menurunkan risiko terpajan/ menambah infeksi sekunder pada pasien yang emngalami tekanan immune
10.    Terapi ditujukan pada bakteri anaerob dan basil aerob gram negative. Lapase dapat digunakan untuk emmbuang jaringan nekrotik dan mengobati inflamasi yang terklokalisasi/ menyebar dengan buruk

DP II : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d. Perpindahan cairan dari ekstravaskuler, intravaskuler, area interstisial dan usus ke area peritoneal, anorexia, demam dan pembatasan masukan cairan
Tujuan : cairan dan elektrolit dalam batas normal
Kriteria Evaluasi : haluaran urin adekuat dengan berat jenis normal, tanda-tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler meningkat, berat badan dalam rentang normal
Intervensi    Rasional
1.    Pantau tanda-tanda vital, catat adanya hipotensi, takhikardia, takipnea, demam. Ukur CVP bila ada

2.    Pertahankan masukan dan haluaran yang akurat dan hubungkan dengan berat badan harian. Termasuk pengukuran/ perkiraan kehilangan contoh : penghisapan gaster, drain, balutan, hemovact, keringat, lingkar abdomen



3.    Ukur berat jenis urin

4.    Observasi kulit, membrane mukosa untuk kekeringan, turgor. Catat edema perifer/ sacral

5.    Hilangkan tanda bahaya/ bau dari lingkungan.
6.    Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering, dan pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan
7.    Kaji ulang pemerikasaan laboratorium : Hb, Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin





8.    Pertahankan puasa dengan aspirasi nasogastrik/ intestinal
9.    Kolaborasi pemberian plasma/ darah, cairan, elektrolit, diuretic sesuai indikadi    1.    Membantu dalam evaluasi derajat defisit cairan/ keefektifan penggantian terapi cairan dan respon terhadap pengobatan
2.    Menunjukkan status hidrasi keseluruhan. Keluaran urin mungkin menurun pada hipovolemia dan penurunan perfusi ginjal, tetapi berat badan masih berlaku, menunjukkan edema jaringan/ asites. Kehilangan dari penghisapan gaster mungkin besar, dan banyaknya cairan tertampung pada usus dan area peritoneal (asites)
3.    Menunjukkan satatus hidrasi dan perubahan pada fungsi ginjal
4.    Hipovolemia, perpindahan cairan, dan kekurangan nutrisi memperburuk turgor kulit, menambah edema jaringan
5.    Menurunkan rangsangan pada gaster dan respon muntah
6.    Jaringan edema dan adanya gangguan sirkulasi cenderung merusak kulit

7.    Memberikan informasi tentang hidrasi, fungsi organ. Berbagai gangguan dengan konsekuensi tertentu pada fungsi siastemik mungkin sebagai akibat dari perpindahan cairan, hi[povolemia, hypoxemia, toxin dalam sirkulasi dan produk jaringan nekrotik
8.    Menurunkan hiperaktivitas usus dan kehilangan dari diare
9.    Mengisi, mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. Koloid (plasma, darah) membantu menggerakkan air kedalam area intarvaskuler dengan meningkaktkan tekanan osmotic. Diuretic mungkimn digunakan untuk emmbnatu penmgeluaran toxin dan meningkatkan dfungsi ginjal

DP III : Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d. Akumulasi cairan dalam rongga abdomen, trauma jaringan, iritasi kimia peritoneum perifer
Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria Evaluasi : nyeri hilang/ terkontrol, skala nyeri berkurang, klien dapat menggunakan keteram,pilan relaksasi
Intervensi    Rasional
1.    Kaji respon nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (0-5) dan karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan)



2.    Perrtahankan posisi semifowler sesuai indikasi

3.    Berikan tindakan kenyamanan, contoh : pijatan punggung, nafas dalam, latihan relaksasi/ visualisasi
4.    Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesic, narkotik
    1.    Perubahan dalam lokasi/ intensitas tidak umum tetapi dapat menunjukkan terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung menjadi konstan, lebih hebat, dan menyebat keatas; nyeri dapat local jika tyerjadi abses
2.    Memudahkan drainage cairan/ luka karena gravitasi dan m,em,bantu meniminalkan nyeri kaarena gerakann
3.    Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping pasien
4.    Menurunkan laju metabolic dan iritasi usu karena toksin sirkulasi/ local, yang membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan


DP IV : Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. Disfungsi usus, abnormalitas metabolic, peningkatan kebutuhan metabolic, mual muntah
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Evaluasi : porsi makan habis, berat badan tetap atau naik
Intervensi    Rasional
1.    Catat adanya muntah/ diare


2.    Auskultasi bising usus


3.    Ukur lingkar abdomen


4.    Timbang berat badan dengan teratur



5.    Kaji abdomen terhadap adanya bising usus normal dan kelancaran flatus

6.    Kolaborasi dalam pemberian diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai lembut
    1.    Muntah dan diare diduga adanya obstruksi usus dan memerlukan evaluasi lebih lanjut
2.    Inflamasi usus dapat menyertai hiperaktivitas usus, penurunan absorpsi air dan diare
3.    Memberikan bukti kuantitas perubahan gaster/ usus dan/ atau akumulasi asites
4.    Kehilangan / peningkatan dini menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada deficit nutrisi
5.    Menunjukkan kembalinya fungsi usus ke normal dan kemampuan untuk memulai masukan per oral
6.    Kemajuan diet yang hati-hati saat masukan nutrisis dimulai lagi menurunkan resiko iritasi gaster

  DP V : Gangguan rasa aman : cemas b.d. Krisis situasi, perubahan status kesehatan, faktor fisiologis, status hipermetabolik
      Tujuan : rasa aman klien terpenuhi
      Kriteria Evaluasi : klien tampak rileks, cemas berkurang,
Intervensi    Rasional
1. Evaluasi tingkat ansietas/cemas, catat respon verbal dan non verbal pasien. Dorong ekspresi bebasakan emosi
2. Berikan informasi tentang penyakit dan antisipasi tindakan
3. Jadwalkan istirahat adekuat
    1.    Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit
2.    Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas
3.    Membatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan kemampuan koping

DP VI : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b.d. Kurangnya informasi
Tujuan : pengetahuan klien bertambah
Kriteria Evaluasi : klien menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan, klien mengidentifikasi hubungan, tanda/ gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan factor penyebab
Intervensi    Rasional
1.    Kaji ulang proses penyakit dasr dan harapan untuk sembuh


2.    Diskusikan program pengobatan, jadwal dan kemungkinan efek samping
3.    Anjurkan melakukan aktifitas biasanya secara bertahap dan sesuai toleransi
4.    Kaji ulang pembatasan aktifitas: hindari mengangkat beban, konstipasi
5.    Lakukan penggantian balutan secara aseptic
6.    Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik: berulangnya nyeri/ distensi abdomen, muntah, menggigil, demam, atau adnya drainase purulen, bengkak/eritema pada insisi bedah    1.    Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang memungkinkan membuat pilihan berdasarkan informasi
2.    Antibiotic dapat dilanjutkan setelah pulang, tergantung pada lamanya dirawat
3.    Mencegah kelemahan, meningkatkan perasaan sehat

4.    Menghindari penekanan intra abdomen yang tidak perlu dan tegangan otot
5.    Menurunkan resiko kontaminasi

6.    Pengenalan dini dan pengobatan terjadinya komplikasi dapat mencegah penyakit/cidera serius

3.    Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah titetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan pemulihan kesehatan. (Erb, Olivieri, Kozier, 1991 : 169)

4.    Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai. Diagnosa juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan dan intervensi dievaluasi untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif atau tidak. (Erb, Olivieri, Kozier, 1991 : 169)

0 komentar:

Posting Komentar